NERAKA
DITANAH SURGA
Orang bilang, tanah kita
tanah surga: kaya sumber daya, indah permai bagai untaian zamrud yang melilit
khatulistiw. Namun, di taman nirmawana dunia timur ini, kelimpahan mata air
kehidupan mudah berubah menjadi air mata. Kekuasaan dating hilang, silih
bergnti membuai mimpi; tapi nasib rakyatnya tetap sama, kekal menderita.
Mimpi indah kemerdekaan
sebagai jembatan emas menuju perikehidupan kebangsaan dan kewargaan yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur lekas menjelma menjadi mimpi
buruk: tertindas, terpecah-belah, terperbudak, timpang, miskin.
Secara umum, pemerintahan
negara gagal menunaikan kewajibannya untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdaiaman abadi dan keadilan sosial.”
Pada langit mental,
semangat ketuhanan, yang mestinya menjadi bantalan etis, etos dan welas asih,
terdangkalkan oleh formalisme dan egoism keagamaan. Kemanusiaa, yang mestinya
mengarah pada kesederajatan, kemandirian, persaudaraan manusia, terlumpuhkan
oleh individualisme dan hedonisme, keserakahan menimbun, gila status dan
kekuasaan.
Semangat persudaraan
kebangsaan sejati hancur. Warga berlomba mengkhianati negara dan sesamanya;
rasa saling percaya pudar karena sumpah dan keimanan disalahgunakan; hokum dan
institusi lumpah tak mampu meredam penyalahgunaan kekuasaan; ketamakan dan
hasrat meraih kehormatan rendah merajalela. Semuanya berujung pada kegelapan
dan kebiadaban: kebaikan dimusuhi, kejahatan diagungkan.
Keadaan demikian akan mengantarkan negara
ini ke tubir jurang perpecahan dan kebinasaan. Pilihannya apakah kita biarkan
Indonesia hancur atau bangkit bertempur.
APA
YANG HARUS DILAKUKAN
Keberhasilan revolusi
nasional yang dipimpin oleh para pandiri bangsa dalam mencapai kemerdekaan
Indonesia harus dilanjutkan dengan revolusi sosial untuk mewujudkan
perikehidupan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Keberhasilan revolusi
sosial tidak cukup dengan cara “mempansilakan revolusi”; malah yang lebih
mendesak adalah cara “merevolusikan Pansila”. Artinya, Pancasila tidak cukup
sebagai alat persatuan, tetapi juga harus memiliki kekuatan riil dalam
melakukan perombakan mendasar pada ranah material-mental-politikal sebagai
katalis bagi perwujudan keadilan sosial.
Singkat kata, apa yang
harus kita lakukan adalah mengobarkan Revolusi Pancasila!
APAKAH
REVOLUSI ITU?
Secara etimologis,
revolusi berasal dari kata “to revolve” yang
berarti “kembali lagi” atau “berulang kembali”; ibarat musim yang terus
berganti secara sklikal untuk kembali ke musim semula.
Bagaimanapun juga, ciri esensial dari
revolusi tidak terletak pada kecepatannya, melainkan pada “kebaruan” (newness). Revolusi menjadi jembatan yang
mentransformasikan dunia lama menjadi dunia baru.
APAKAH
PANCASILA ITU?
Pancasila adalah lima
niali fundamental yang diidealisasikan sebagai konsepsi tentang dasar (falsafah) negara, pandangan hidup dan
ideology kenegaraan bangsa Indonesia. Kelima nilai dasar itu adalah:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Setiap bangsa harus
memiliki suatu konsepsi bersama menyangkut nilai-nilai dan haluan dasar bagi
keberlangsungan, keutuhan, dan kejayaan bangsa yang bersangkutan. Seorang
cendekiawan Amerika Serikat, Jhon Gardner, mengingatkan, “Tidak ada bangsa yang
dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika
sesuatu yang dipercayainya itu tidak memiliki dimensi-dimensi moral guna
menopang peradaban besar.”
Sejak tanggal 18 Agustus
1945, Pancasila telah menjadi dasar falsafah negara (Philosophische Grondslag), ideology negara dan pandangan hiduo (Welatanchauung) bangsa Indonesia.
Istilah-istilah tersebut bisa dimaknai dengan merujuk pada pidato Bung Karni
pada 1 Juni 1945. Dalam pidato tersebut, ia menyebut istilah “Pholosophische Grondslag” sebanyak 4
kali plus 1 kali menggunkan istilah “Filosofische
Principe”;
sedangkan istilah “Weltanchauung” ia
sebut sebanyak 31 kali.
APAKAH
REVOLUSI PANCASILA ITU?
Revolusi Pancasila adalah
suatu ikhtiar perubahan mendasar (secara akseleratif) pada sistem sosial
(meliputi ranah material, mental,
political), berlandaskan prinsip-prinsip Pancasila, dalam usaha mewujudkan
perikehidupan kebangsaan dan kewarganegaraan yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil, dan makmur (material dan spiritual).
Sifat
Revolusi Pancasila
Sifat
Revolusi Pancasila tidak seperti revolusi Prancis 1789. Revolusi Prancis pada
dasarnya merupakan revolusi kaum borjuis berlandaskan nilai individualisme yang
menghasilkan republic kapitalis.Revolusi dengan slogannya, liberte (kebebasan), egalite (kesetaraan),
dan fratenite (persaudaraan),
berjuang menggulingkan raja yang ditopang oleh kaum ningrat (aristocrat) dan
kaum penghulu agama.
Namun,
dalam perkembangannya, demokrasi yang didengungkan semasa revolusi itu cuma
menguntungkan kaum borjuis seraya menepikan rakyat jelata. Bung Karno
mewanti-wanti tentang bahaya yang bisa ditimbulkan oleh revolusi demokrasi yang
bersifat borjuis.
Sifat
Revolusi Pancasila juga berbeda dengan Revolusi Rusia 1917. Revolusi rusia pada
dasrnya merupakan revolusi kelas proletar, yang berusaha mencapai masyarakat
sosialis lewat perjuangan kelas melenyepkan kelas borjuis-kapitalis, yang
berujung dengan mendirikan kediktatoran proretariat.
Baik
revolusi borjuis-liberalisme maupun revolusi proletar-komunisme memiliki
kesamaan sebagai anak kandung dari revolusi industry yang memuja materialism.
Oleh
karena itu, sifat Revolusi Pancasila tidak menekankan pada materialisme.
Cita-cita keadilan sosial Pancasila justru hendak membuat manusia bisa
membebaskan dirinya dari penjara materialisme, dalam semangat ketuhanan yang
berprikemanusiaan.
Singkat
kata, revolusi Pancasila bukan revolusi borjuis, bukan revolusi proletar,
melainkan revolusi kemanusiaan, yang kongruen dengan tuntutan “budi nurani
kemanusiaan”, yang bersifat universal dan melampaui batas-batas kelas dan
golongan.
Tujuan
Revolusi Pancasila
Sesuai dengan
tuntuntan nurani sosial kemanusiaan, dasar dan tujuan dari Revolusi Pancasila
adalah emansipasi kemanusiaan sejalan dengan tujuan kemerdekaan (negara) yang
terkankdung dalam alinea kedua Pembukaan
UUD NRI 1945, yakni mewujudkan perikehidupn kebangsaan dan kewargaan
“yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur” (material dan spiritual),
berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Sesuai dengan sifat multikompleks Revolusi
Pancasila, setiap dimensi revolusi memiliki tujuannya masing-masing:
-
Revolusi nasional bertujuan untuk
pembebasan nasional dari segala bentuk imperialisme dan kolonialisme.
-
Revolusi politik bertujuan untuk perombakan
mendasar terhadap sistem politik feodalistik dan kolonialistik, menjadi sistem
politik demokratis-kerakyatan secara terpimpin oleh hikmat-kebijaksanaan
(Pancasila)
-
Revolusi ekonomi bertujuan untuk
penghapusan sistem ekonomi kapitalistik-kolonialistik, menjadi sistem ekonomi
nasional yang merdeka, berkeadilan dan berperikemanusiaan,
-
Revolusi sosial bertujuan untuk
penjungkirbalikan struktur sosial masyarakat feodalistik dan kapitalistik yang
bersifat diskriminatif
-
Revolusi budaya beryujuan untuk penghancuran
berbagai bentuk sisa-sia kebudayaan feodalistik dan kapitalistik-imperialistik.
Landasan
Revolusi Pancasila
Untuk merealisasikan
tujuan Revolusi Pancasila tersebut diperlukan dua landasan:
1.
Landasan idiil, yakni Pancasila, dan
2.
Landasan structural, yakni pemerintahan
stabil secara konstitusional.
Konstitusi yang dapat
menopang pemerintahan stabil sekaligus dengan landasan idiil, Pancasila, bisa
ditemukn dala, Undang-undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945), khususnya dalam versi Konstitusi Proklamasi (UUD 1945 sebelum
diamandemen). Boleh juga dikatakan sebagai konstitusi Republik Indonsesia
pertama.
Dalam
Pembukaan Konstitusi Proklamasi terkandung empat pokok pikiran sebagai hasil
elaborasi dan transformasi Pancasila.
1.
“Negara” – begitu bunyinya – yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2.
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Negara
yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan.
4.
Pokok pikiran yang keempat yang terkandung
dalam “Pembukaan” ialah negara berdsar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
kemanusiaan yang adil. Dan beradab.
Oleh
karena itu Undang-undang Dasar itu harus mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara, untuk memelihara budi-pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Teori
Revolusi Pancasila
Secara teoritik,
Revolusi Pancasila hendak mentransendenkan dirinya daridikotomi antara idealism
dan materialisme. Yang pertama, menekankan aspek mental-kultural
(superstruktur) sebagai basis perubahan sosial. Yang kedua, menekankan basis
material sebagai determinan perubahan sistem sosial.
Teori
Revolusi Pancasila menghendaki model teori yang “dinamis-interaktif” : bahwa
basis dan superstruktur bisa saling mempengaruhi; dan oleh karena itu, revolusi
material (pada basis) harus berjalan seiring dengan revolusi material (pada
basis) harus berjalan seiring dengan revolusi mental (pada superstruktur).
Relasi interaktif antara kedua sayap revolusi itu menghendaki adanya mediasi
dari agensi. Kekuatan otritas dan organisasi yang dimasukan oleh Marxis
ortodoks sebagai superstruktur harus dipandang sebagai kekuatan agensi yang
berwajah ganda: bisa memperkuat status
quo atau mengubah status quo.
Revolusi
(basis) material diarahkan untuk menciptakan perekonomian merdeka yang
berkeadilan dan berkemakmuran. Revolusi (superstruktur) mental-kulural
diarahkan untuk menciptakan masyarakat religious yang berperikemanusiaan, yang
egaliter, mandiri, amanah, dan terbebas dari berhala materialisme-hedonisme;
serta sanggup menjalin persatuan (gotong royong) dengan semangat pelayanan
(pengorbanan). Revolusi (agensi) political diarahkan untuk menciptakan agen
perubahan dalam bentuk konsentrasi kekuatan nasional melalui domokrasi
permusyawaratan yang berorientasi persatuan dan keadilan.
Modal
Mental-Kultural Revolusi Pancasila
Warisan terburuk
dari kolonialisme, feodalisme dan otoritarianisme tidaklah terletak pada
besaran kekayaan yang dirampas, penderitaan yang ditumbulkan serta nyawa yang
melayang, melainkan pada pewarisan nilai-nilai koruptif, penindasan dan
perbudakan yangtertanam dalam mental bangsa-dalam suasana kejiwaan dan pola
piker (mindset) manusia dan bangsa
Indonesia.
Itulah
sebabnya, Bung Karno sangat menekankan program ”Nation and Character Building”. Dalam pandangannya, Indonesia
adalah bangsa besar, namun sering kali memberi nilai terlau rendah pada
bngsanya alias bermental kecil; masih belum terbebas dari mentalitas kam
terjajah yang sering mengidap perasaan rendah diri.
Lemhanya mentalitas
kepribadian membuat kebudayaan bangsa ini tak memiliki jangkar karakter yang
kuat. Tanpa kekuatan karakter, Indonesia adalah bangsa besar bermental kecil;
bangsa besar yang mngidap perasaan rendah diri. Bangsa selalu melihat dunia
luar sebagai pusat teladan, tanpa menyadari dan menghargai kelebihan-kelebihan
bangsa sendiri
Untuk
bisa bangkit dari keterpurukan, bangsa ini harus kembali ke trayek sejarah yang
tercegat. Melanjutkan revolusi mental. Inti dari revolusi iniadalah perubahan
besar dalam struktur mental manusia Indonesia melalui nation and character building.
Usaha
nation and character building ini
berangkat dari asumsi bahwa dengan mengubah mentalitas (pola piker dan sikap
kejiwaan) akan menimbulkan perubahan perilaku; perilaku yang terus diulang akan
menjadi kebiasaan(adat, istiadat/moralitas); sedangkan kebiasaan yang ajak akan
membentuk karakter.
Modal
Material Revolusi Pancasila
Dalam pandangan
hidup Pancasila, manusia sebagai roh yang menjasmani memerlukan papan, sandang,
pangan, dan pelbagai kebutuhan material lainnya. Perwujudan khusus kemanusiaan
melalui cara mencintai sesame manusia dengan berbagai kebutuhan jasmaniah
secara fair itulah yang disebut
dengan keadilan sosial. Untuk itu, di samping kemerdekaan (emansipasi) politik,
perlu juga ada kemerdekaan (emansipasi) ekonomi.
Agar
dapat leluasa menentukan nasip sendiri, sikap kejiwaan yang harus ditumbuhkan
adalah mencukupi diri sendiri. Bangsa Indonesia hendaknya tidak mengembangkan
ekonomi boros, “besar pasak daripada tiang”, yang dapat mengarah pada ekonomi
utang. Ketergantungan pada utang luar negeri harus dihindari, sebab seperti
diingatkan Tan Malaka, “Negara yang meminjam pasti menjadi hamba peminjam.”
Penghambaan terhadap peminjam merupakan pintu masuk bagi dikte-dikte kebijakan
ekonomi nasional oleh kekuatan-kekuatan asing, yang dapat mendistorsi sistem ekonomi
dan rencana keadilan yang ingin dikembangkan.
Modal
Politikal Revolusi Pancasila
Untuk membentuk
“konsentrasi kekuatan nasional”, perpecahan harus dihindari dengan menghadirkan
konsepsi negara kekeluargaan yang berkeadilan; melalui demokrasi permusyawaratan
yang dapat menjaga keseimbangan antara tuntutan persatuan-kesatuan (unitas)
dengan keragaman-perbedaan (diversitas). Sesuai dengan sifat kekeluargaan
bangsa Indonesia, pembangunan sistem politik harusn memperlihatikan karakter
dasar bangsa Indonesia “bhinneka tunggal ika”.
Semuanya itu bisa
berjalan dengan baik jika pengembangan demokrasi taat asas dengan nomokrasi (rule of law) yang berlandaskan norma
dasar (grundnorm) Pancasila. Dalam
kaitan ini, perlu diingatkan bahwa demokrasi yang bermaksud memuliakan
kedaulatan rkyat menghendaki kepemimpinan yang “kuat” ; yakni kepemimpinan
berbasis hkum (nomokrasi) dengan menjalankan amanat konstitusi (yang sejalan
dengan Pancasila).
Logika
Revolusi Pancasila
Logika revolusi
setidaknya harus mengandung elemen-elemen sebagai berikut:
1.
Revolusi harus dilakukan secara
berkesinambungan. Sekali revolusi dicetuskan, ia harus diselesaikan.
2.
Revolusi harus dipimpin oleh orang-orang
atau golongan-golongan yang revolusiner. Tidak mungkin revolusi akan berhasil
dalam mencapai tujuannya kalua kepemimpinannya jatuh ke tangan pihak-pihak yang
kontra dan apalagi anti revolusi (Pancasila).
3.
Revolusi harus didasari oleh teori-teori
yang revolusioner. Tanpa teori revolusioner tidak mungkin ada gerakan
revolusioner.
4.
Revolusi harus dijalankan dari atas ke
bawah; pertama-tama harus diarahkan kepada kalangan elite(politik, birokrasi,
ekonomi, kemasyarakatan), lantas diteruskan ke kalangan yang lebih bawah.
5.
Revolusi harus merampungkan tahap pertama
terlebih dahulu untuk diteruskan dengan tahap berikutnya.
6.
Revolusi harus melakukan dekontruksi
(menjebol) dan rekontruksi (membangun) sekaligus.
7.
Revolusi harus mengambil sikap yang tepat
terhadap kawan dan lawan.\
Musuh
Revolusi Pancasila
Musuh Revolusi
Pancasila adalah golongan-golongan antirevolusi dan kontra revolusi, yang
terdiri dari:
1.
Unsur-unsur anti dan kontrarevolusi
(Pancasila) dalam partai dan lembaga politik.
2.
Kekuatan-kekuatan kapitalisme domestic dan
internasional yang eksploitatif dan menyengsarakan rakyat (kapitalisme hitam).
3.
Unsur-unsur komprador (proxi) dari kapitalisme hhitam.
4.
Unsur-unsur pro-neoliberalisme dalam dunia
akademik
5.
Unsur-unsur kleptokrasi dan pemburu rente
dalam birokrasi
6.
Unsur-unsur anti dan kontra-persatuan,
yang lebih mengedepankan kepentingan persorangan dan golongan.
7.
Unsur-unsur pelaku budaya dan media yang
mempromosikan nilai-nilai materialisme, hedonisme, banalisme (kedangkalan),
non-egaliter.
8.
Unsur-unsur fundamentalisme pasar.
9.
Unsur0unsur fundamentalisme (ekstremisme)
keangamaan
10.
Unsur-unsur fundamentalisme sekuler yang
anti theis/agama
11.
Golongan-golongan konservatif dan
pro-asing (‘blandis”) yang anti dan kontra-revolusi (Pancasila)
12.
Golongan bunglon alias oportunis
13.
Dan sejenisnya
Progam-Program
Revolusi Pancasila
Revolusi harus mengandung
peta jalan, dengan menentukan usaha-usaha pokok sebagai simpul ke arah
perubahan secara mendasar dan meyeluruh.
Langkah-langkah
Revolusi Pancasila ditempuh melalui program-program prioritas sebagai berikut:
1.
Mengukuhkan Pancasila sebagai Ideologi
Negara dan Pandangan Hidup Bangsa.
2.
Mengukuhkan Negara Hukum Pancasila.
3.
‘Memperjuangankan Kedaulatan dalam
Politik.
4.
Memperjuangkan Kemandirian dalam
Perekonomian.
5.
Memperjuangankan Kepribadian dalam
Kebudayaan.
6.
Menguatkan (Dukungan) Kohesi Sosial.
7.
Menguatkan (Dukungan) Sitem Pertahanan-Keamanan
PENUTUP
Diperlukan kebesaran jiwa
yang teguh pendirian dan berani menyimpang dari maintrem. Jiwa profetis-patriotis, yang berani membiasakan yang
benar, bukan membenarkan yang biasa; jiwa profetis-patriotis yang tidak lekas
putus asa dalam dalam menahan cobaan dan gempuran; jiwa profetis-patriotis yang
sanggup menyatukan satuan-satuan lidi pecutan ke dalam sapu kebersamaan
gempuran yang dapat melenyapkan krisis dan penyakit sosial
ConversionConversion EmoticonEmoticon